Pages

Senin, 13 September 2010

Al Qamah di bakar Rasul

Dengan tergopoh-gopoh, isteri Al-Qamah menghadap Rasulullah SAW mengabarkan suaminya sakit keras. Beberapa hari mengalami naza' tapi tak juga sembuh. "Aku sangat kasihan kepadanya ya Rasulullah," ratap perempuan itu. Mendengar pengaduan wanita itu Nabi SAW merasa iba di hati. Beliau lalu mengutus sahabat Bilal, Shuhaib dan Ammar untuk menjenguk keadaan Al-Qamah. Keadaan Al-Qamah memang sudah dalam keadaan koma. Sahabat Bilal lalu menuntunnya membacakan tahlil di telinganya, anehnya seakan-akan mulut Al-Qamah rapat terkunci. Berulang kali dicoba, mulut itu tidak mau membuka sedikitpun. Tiga sahabat itu lalu bergegas pulang melaporkan kepada Rasulullah SAW tentang keadaan Al-Qamah. "Sudah kau coba menalqin di telinganya?" tanya Nabi."Sudah Rasulullah, tetapi mulut itu tetap terbungkam rapat," jawabnya." Biarlah aku sendiri datang ke sana", kata Nabi.

Begitu melihat keadaan Al-Qamah tergolek diranjangnya, Nabi bertanya kepada isteri Al-Qamah :"Masihkah kedua orang tuanya?" tanya Nabi.
"Masih ya Rasulullah," tetapi tinggal ibunya yang sudah tua renta," jawab isterinya."
Di mana dia sekarang?"
"Di rumahnya, tetapi rumahnya jauh dari sini."

Tanpa banyak bicara , Rasulullah SAW lalu mengajak sahabatnya menemui ibu Al-Qamah mengabarkan anaknya yang sakit parah. "Biarlah dia rasakan sendiri", ujar ibu Al-Qamah. "Tetapi dia sedang dalan keadaan sekarat, apakah ibu tidak merasa kasihan kepada anakmu ?" tanya Nabi.

"Dia berbuat dosa kepadaku," jawabnya singkat.
"Ya, tetapi maafkanlah dia. Sudah sewajarnya ibu memaafkan dosa anaknya," bujuk Nabi.
"Bagaimana aku harus memaafkan dia ya Rasulullah jika Al-Qamah selalu menyakiti hatiku sejak dia memiliki isteri," kata ibu itu.
"Jika kau tidak mau memaafkannya, Al-Qamah tidak akan bisa mengucap kalimat syahadat, dan dia akan mati kafir," kata Rasulullah.
"Biarlah dia ke neraka dengan dosanya," jawab ibu itu. Merasa bujukannya tidak berhasil meluluhkan hati ibu itu, Rasulullah lalu mencari kiat lain. Kepada sahabat Bilal Nabi berkata : "Hai bilal, kumpulkan kayu bakar sebanyak-banyaknya," perintah Nabi.

"Untuk apa kayu bakar itu Rasulullah," tanya Bilal keheranan."Akan kugunakan untuk membakar Al-Qamah, dari pada dia hidup tersiksa seperti itu, jika dibakar dia akan lebih cepat mati, dan itu lebih baik karena tak lama menanggung sakit", jawab Rasulullah. Mendengar perkataan Nabi itu, ibu Al-Qamah jadi tersentak. Hatinya luluh membayangkan jadinya jika anak lelaki di bakar hidup-hidup. Ia menghadap Rasulullah sambil meratap, "Wahai Rasulullah, jangan kau bakar anakku," ratapnya. Legalah kini hati Rasulullah karena bisa meluluhkan hati seorang ibu yang menaruh dendam kepada anak lelakinya. Beliau lalu mendatangi Al-Qamah dan menuntunya membaca talkin. Berbeda dengan sebelumnya, mulut Al-Qamah lantas bergerak membacakan kalimat dzikir membaca syahadat seperti yang dituntunkan Nabi. Jiwanya tenang karena dosanya telah diampuni ibu kandungnya. Al-Qamah kemudian menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan fasih mengucapkan kalimat syahadat. Ia meninggal dalam keadaan khusnul khatimah. Memang, surga adalah di bawah telapak kaki ibunda.

Wanita Jelata

Seorang gubernor pada zaman Khalifah Al-Mahdi, pada suatu hari mengumpulkan sejumlah tetangganya dan menaburkan uang dinar dihadapan mereka. Semuanya saling berebutan memunguti uang itu dengan suka cita. Kecuali seorang wanita kumal, berkulit hitam dan berwajah jelek. Ia terlihat diam saja tidak bergerak, sambil memandangi para tetangganya yang sebenarnya lebih kaya dari dirinya, tetapi berbuat seolah-olah mereka orang-orang yang kekurangan harta.

Dengan keheranan sang Gubernor bertanya, "Mengapa engkau tidak ikut memunguti uang dinar itu seperti tetangga engkau?"

Janda bermuka buruk itu menjawab, "Sebab yang mereka cari uang dinar sebagai bekal dunia. Sedangkan yang saya butuhkan bukan dinar melainkan bekal akhirat."
"Maksud engkau?" tanya sang Gubernor mulai tertarik akan kepribadian perempuan itu."
Maksud saya, uang dunia sudah cukup. Yang masih saya perlukan adalah bekal akhirat, yaitu salat, puasa dan zikir. Sebab perjalanan di dunia amat pendek dibanding dengan pengembaraan di akhirat yang panjang dan kekal."
Dengan jawaban seperti itu, sang Gubernor merasa telah disindir tajam. Ia insaf, dirinya selama ini hanya sibuk mengumpulkan harta benda dan melalaikan kewajiban agamanya. Padahal kekayaannya melimpah rauh, tak kan habis dimakan keluarganya sampai tujuh keturunan. Sedangkan umurnya sudah di atas setengah abad, dan Malaikat Izrail sudah mengintainya.

Akhirnya sang Gubernor jatuh cinta kepada perempua lusuh yang berparas hanya lebih bagus sedikit dari monyet itu. Kabar itu tersebar ke segenap pelosok negeri. Orang-orang besar tak habis pikir, bagaimana seorang gubernor bisa menaruh hati kepada perempuan jelata bertampang jelek itu.

Maka pada suatu kesempatan, diundanglah mereka oleh Gubernor dalam sebuah pesta mewah. Juga para tetangga, trmasuk wanita yang membuat heboh tadi. Kepada mereka diberikan gelas crystal yang bertahtakan permata, berisi cairan anggur segar. Gubernor lantas memerintah agar mereka membanting gelas masing-masing. Semuanya terbengong dan tidak ada yang mau menuruti perintah itu. Namun, tiba-tiba trdengar bunyi berdenting, pertang ada orang gila yg melaksanakan perintah itu. Itulah si perempuan berwajah buruk. Di kakinya pecahan gelas berhamburan sampai semua orang tampak terkejut dan keheranan.Gubernor lalu bertanya, "Mengapa kaubanting gelas itu?"

Tanpa takut wanita itu menjawab, "Ada beberapa sebab. Pertama, dengan memecahkan gelas ini berarti berkurang kekayaan Tuan. Tetapi, menurut saya hal itu lebih baik daripada wibawa Tuan berkurnag lantaran perintah Tuan tidak dipatuhi."
Gubernor terkesima. Para tamunya juga kagum akan jawaban yang masuk akal itu.
Sebab lainnya?" tanya Gubernor.Wanita itu menjawab, "Kedua, saya hanya menaati perintah Allah. Sebab di dalam Alquran, Allah memerintahkan agar kita mematuhi Allah, Utusan-Nya, dan para penguasa. Sedangkan Tuan adalah penguasa, atau ulil amri, maka dengan segala resikonya saya laksanakan perintah Tuan."

Gubernor kian takjub. Demikian pula paran tamunya. "Masih ada sebab lain?"
Perempua itu mengangguk dan berkata, "Ketiga, dengansaya memecahkan gelas itu, orang-orang akan menganggap saya gila. Namun, hal itu lebih baik buat saya. Biarlah saya dicap gila daripada tidak melakukan perintah Gubernornya, yang berarti saya sudah berbuat durhaka. Tuduhan saya gila, akan saya terima dengan lapang dada daripada saya dituduh durhaka kepada penguasa saya. Itu lebih berat buat saya."Maka ketika kemudian Gubernor yang kematian istri itu melamar lalu menikahi perempuan bertampang jelek dan hitam legam itu, semua yang mendengar bahkab berbalik sangat gembira karena Gubernor memperoleh jodoh seorang wanita yang tidak saja taat kepada suami, tetapi juga taat kepada gubernornya, kepada Nabinya, dan kepada Tuhannya.

Janda Jelata

Seorang janda tua pernah mengundang saya untuk selamatan di rumahnya. Perempuan yang sudah nenek-nenek itu saya tahu mata pencahariannya hanya berdagang kue keliling kampung yang hasilnya tidak seberapa. Ia hidup sendirian di Jakarta, tanpa sanak keluarga. Dan ia tinggal di emperan rumah oang lain atas kebaikan hati si tuan rumah. Hari itu, selepas salat Jum'at ia ingin mengadakan syukuran.Saya pun segera datang tepat pada waktunya. Tidak berapa lama kemudian datang pula ketua RT, imam masjid, dan seorang merbotnya. Disusul dengan kehadiran si tuan rumah yang selama bertahun-tahun memberikan emperan rumahnya untuk ditempati.

Sudah setengah jam saya tunggu yang lainnya tidak ada yang datang lagi. Jadi saya tanya, "Masih ada yang ditunggu Nek?"Nenek itu menggeleng, "Tidak ada, Ustaz. Yang saya undang hanya lima orang, termasuk Ustaz. Maklum, tempatnya sempit."
Saya tersentuh. Orang kecil ini masih juga ingin mengadakan syukuran kepada Allah dalam ketidakberdayaannya, sementara banyak orang lain yang rumahnya besar-besar tidak pernah diinjak tetangganya untuk selamatan."Apa tujuan syukuran ini, Nek?" saya bertanya pula." Begini, Ustaz," jawab si nenek. "Saya bersyukur kepada Allah karena sejak bulan depan saya bisa mengontrak kamar ini, sebulan tiga ribu rupiah. Tadinya tuan rumah menolak, tidak mau menerima uang saya. Tapi akhirnya ia tidak keberatan, sehingga utang budi saya tidak terlalu berat."

Masya Allah. Alangkah mulianya hati nenek itu. Ia yang sebetulnya masih perlu disedekahi, tidak mau membebani orang lain tanpa imbalan. Dan alangkah mulianya pula si tuan rumah yang tidak mau mengecewakan hati seoang nenek yang ingin terbebas dari perasaan bergantung pada orang lain.

****Oleh KH. A Arroisi

kisah Pohon Apel

Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yangamat besar. Seorang kanak-kanak lelaki begitu gemarbermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari.Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakanapel sepuas-puas hatinya, dan adakalanya diaberistirahat lalu terlelap di perdu pohon apeltersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangitempat permainannya. Pohon apel itu juga menyukai anaktersebut.

Masa berlalu... anak lelaki itu sudah besar danmenjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskanmasanya setiap hari bermain di sekitar pohon apeltersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepadapohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. "Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu." Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemarbermain dengan engkau," jawab remaja itu." Aku mahukan permainan. Aku perlukan wang untukmembelinya," tambah remaja itu dengan nada yang sedih.Lalu pohon apel itu berkata, "

Kalau begitu, petiklahapel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkanuang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan."
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagiselepas itu. Pohon apel itu merasa sedih. Masa berlalu...Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa.
Pohon apel itu merasa gembira."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu."Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerjauntuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumahsebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bolehkahkau menolongku?" Tanya anak itu."

Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kauboleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kaubuatlah rumah daripadanya." Pohon apel itu memberikancadangan.Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong kesemuadahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannyamerasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagiselepas itu.

Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemuipohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yangpernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telahmatang dan dewasa."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohonapel itu." Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yangsuka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Akumempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, akutidak mempunyai boat. Bolehkah kau menolongku?" tanyalelaki itu."

Aku tidak mempunyai boat untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untukdijadikan boat. Kau akan dapat belayar dengangembira," kata pohon apel itu.Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batangpohon apel itu. Dia kemudiannya pergi dari situ dengangembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu. Namunbegitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakindimamah usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalahanak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apelitu."

Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untukdiberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahkuuntuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangkuuntuk kau buat boat. Aku hanya ada tunggul dengan akaryang hampir mati..." kata pohon apel itu dengan nadapilu."
Aku tidak mahu apelmu kerana aku sudah tiada bergigiuntuk memakannya, aku tidak mahu dahanmu kerana akusudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batangpohonmu kerana aku berupaya untuk belayar lagi, akumerasa lelah dan ingin istirahat," jawab lelaki tuaitu."

Jika begitu, istirahatlah di perduku," kata pohonapel itu.Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohonapel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangiskegembiraan.
Tersebut. Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan didalam cerita itu adalah kedua-dua ibu bapa kita. Bilakita masih muda, kita suka bermain dengan mereka.Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuanmereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka,dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita didalam kesusahan. Namun begitu, mereka tetap menolongkita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dangembira dalam hidup.Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikapkejam terhadap pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, ituhakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kinimelayan ibu bapa mereka. Hargailah jasa ibu bapakepada kita. Jangan hanya kita menghargai merekasemasa menyambut hari ibu dan hari bapa setiap tahun.

sang Suffi

Tersebutlah seorang penganut tasawuf bernama Nidzam al-Mahmudi. Ia tinggal di sebuah kampung terpencil, dalam sebuah gubuk kecil. Istri dan anak-anaknya hidup dengan amat sederhana. Akan tetapi, semua anaknya berpikiran cerdas dan berpendidikan. Selain penduduk kampung itu, tidak ada yang tahu bahwa ia mempunyai kebun subur berhektar-hektar dan perniagaan yang kian berkembang di beberapa kota besar. Dengan kekayaan yang diputar secara mahir itu ia dapat menghidupi ratusan keluarga yg bergantung padanya. Tingkat kemakmuran para kuli dan pegawainya bahkan jauh lebih tinggi ketimbang sang majikan. Namun, Nidzam al-Mahmudi merasa amat bahagia dan damai menikmati perjalanan usianya.

Salah seorang anaknya pernah bertanya, `Mengapa Ayah tidak membangun rumah yang besar dan indah? Bukankah Ayah mampu?""Ada beberapa sebab mengapa Ayah lebih suka menempati sebuah gubuk kecil," jawab sang sufi yang tidak terkenal itu. "Pertama, karena betapa pun besarnya rumah kita, yang kita butuhkan ternyata hanya tempat untuk duduk dan berbaring. Rumah besar sering menjadi penjara bagi penghuninya. Sehari-harian ia Cuma mengurung diri sambil menikmati keindahan istananya. Ia terlepas dari masyarakatnya. Dan ia terlepas dari alam bebas yang indah ini. Akibatnya ia akan kurang bersyukur kepada Allah."

Anaknya yang sudah cukup dewasa itu membenarkan ucapan ayahnya dalam hati. Apalagi ketika sang Ayah melanjutkan argumentasinya, "Kedua, dengan menempati sebuah gubuk kecil, kalian akan menjadi cepat dewasa. Kalian ingin segera memisahkan diri dari orang tua supaya dapat menghuni rumah yang lebih selesa. Ketiga, kami dulu cuma berdua, Ayah dan Ibu. Kelak akan menjadi berdua lagi setelah anak-anak semuanya berumah tangga. Apalagi Ayah dan Ibu menempati rumah yang besar, bukankah kelengangan suasana akan lebih terasa dan menyiksa?"

Si anak tercenung. Alangkah bijaknya sikap sang ayah yang tampak lugu dan polos itu. Ia seorang hartawan yang kekayaannya melimpah. Akan tetapi, keringatnya setiap hari selalu bercucuran. Ia ikut mencangkul dan menuai hasil tanaman. Ia betul-betul menikmati kekayaannya dengan cara yang paling mendasar. Ia tidak melayang-layang dalam buaian harta benda sehingga sebenarnya bukan merasakan kekayaan, melainkan kepayahan semata-mata. Sebab banyak hartawan lain yang hanya bisa menghitung-hitung kekayaannya dalam bentuk angka-angka. Mereka hanya menikmati lembaran-lembaran kertas yang disangkanya kekayaan yang tiada tara. Padahal hakikatnya ia tidak menikmati apa-apa kecuali angan-angan kosongnya sendiri.

Kemudia anak itu lebih terkesima tatkala ayahnya meneruskan, "Anakku, jika aku membangun sebuah istana anggun, biayanya terlalu besar. Dan biaya sebesar itu kalau kubangunkan gubuk-gubuk kecil yang memadai untuk tempat tinggal, berapa banyak tunawisma/gelandangan bisa terangkat martabatnya menjadi warga terhormat? Ingatlah anakku, dunia ini disediakan Tuhan untuk segenap mahkluknya. Dan dunia ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua penghuninya. Akan tetapi, dunia ini akan menjadi sempit dan terlalu sedikit, bahkan tidak cukup, untuk memuaskan hanya keserakahan seorang manusia saja."

Kisah Tsabit Bin Ibrahim

Seorang lelaki yang saleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat Sebuah apel jatuh keluar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah membuat air liur Tsabit terbit, apalagi di hari yang panas dan tengah kehausan. Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang lezat itu. akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah itu bukan miliknya dan dia belum mendapat ijin pemiliknya. Maka ia segera pergi kedalam kebun buah-buahan itu hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah yang telah dimakannya.

Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja dia berkata, "Aku sudah makan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda menghalalkannya". Orang itu menjawab, "Aku bukan pemilik kebun ini. Aku Khadamnya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya". Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, "Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini." Pengurus kebun itu memberitahukan, "Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalan sehari semalam". Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orang tua itu, "Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : "Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka"

Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba di sana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata," Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu maukah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu ?" Lelaki tua yang ada dihadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, "Tidak, aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat." Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa memenuhinya. Maka segera ia bertanya, "Apa syarat itu tuan ?" Orang itu menjawab, "Engkau harus mengawini putriku !"

Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, "Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang keluar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?" Tetapi pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, "Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang yang lumpuh!"

Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya, apakah perempuan seperti itu patut dia persunting sebagai istri gara-gara setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, "Selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau makan !"

Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, "Aku akan menerima pinangannya dan perkawinanya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul 'alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta'ala".

Maka pernikahan pun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan usai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui istrinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun istrinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam ,"Assalamu'alaikum..." Tak dinyana sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi jadi istrinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu , dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya . Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi istrinya itu menyambut uluran tangannya. Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini.

"Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada dihadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula", Kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir, mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan yang sebenarnya ? Setelah Tsabit duduk di samping istrinya , dia bertanya, "Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta . Mengapa ?" Wanita itu kemudian berkata, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah".

Tsabit bertanya lagi, "Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa?"
Wanita itu menjawab, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah. Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan ?"
Tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan istrinya. Selanjutnya wanita itu berkata, "aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya menggunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta'ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa menimbulkan kegusaran Allah Ta'ala".

Tsabit amat bahagia mendapatkan istri yang ternyata amat saleh dan wanita yang memelihara dirinya. Dengan bangga ia berkata tentang istrinya, "Ketika kulihat wajahnya... Subhanallah , dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap". Tsabit dan istrinya yang salihah dan cantik itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke seluruh penjuru dunia. Itulah Al Imam Abu Hanifah An Nu'man bin Tsabit.

Andai Kata Lebih Panjang Lagi

Seperti yang telah biasa dilakukannya ketika salah satu sahabatnya meninggal dunia Rosulullah mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Dan pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah itu.Kemudian Rosulullah berkata,"tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum wafatnya?" Istrinya menjawab, saya mendengar dia mengatakan sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal"

"Apa yang di katakannya?"
"saya tidak tahu, ya Rosulullah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong."
"Bagaimana bunyinya?" desak Rosulullah.
Istri yang setia itu menjawab,"suami saya mengatakan "Andaikata lebih panjang lagi....andaikata yang masih baru....andaikata semuanya...." hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar,ataukah pesan-pesan yang tidak selesai?"

Rosulullah tersenyum."sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak keliru,"ujarnya.
Kisahnya begini. pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan shalat jum'at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun. Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan pahala amal sholehnya itu, lalu iapun berkata "andaikan lebih panjang lagi".Maksudnya, andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanyalebih besar pula.

Ucapan lainnya ya Rosulullah?"tanya sang istri mulai tertarik.
Nabi menjawab,"adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepada lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, "Coba andaikan yang masih yang kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi".Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya.

Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rosulullah?" tanya sang istri makin ingin tahu. Dengan sabar Nabi menjelaskan,"ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musyafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musyafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata ' kalau aku tahu begini hasilnya, musyafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda. Memang begitulah keadilan Tuhan. Pada hakekatnya, apabila kita berbuat baik, sebetulnya kita juga yang beruntung, bukan orang lain. Lantaran segala tindak-tanduk kita tidak lepas dari penilaian Allah. Sama halnya jika kita berbuat buruk. Akibatnya juga akan menimpa kita sendiri.Karena itu Allah mengingatkan: "kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Danjika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula."(surat Al Isra':7)

Paku Di Tiang

Beberapa ketika yang silam, ada seorang ikhwah yang mempunyai seorang anak lelaki bernama Mat. Mat membesar menjadi seorang yang lalai menunaikan suruhan agama. Meskipun telah berbuih ajakan dan nasihat,suruhan dan perintah dari ayahnya agar Mat bersembahyang, puasa dan lain-lain amal kebajikan, dia tetap meninggalkannya.Sebaliknya amal kejahatan pula yang menjadi kebiasaannya.

Kaki judi, kaki botol, dan seribu satu macam jenis kaki lagi menjadi kemegahannya. Suatu hari ikhwah tadi memanggil anaknya dan berkata, "Mat, kau ni terlalu sangat lalai dan berbuat kemungkaran. Mulai hari ini aku akan pacakkan satu paku tiang di tengah halaman rumah kita. Setiap kali kau berbuat satu kejahatan,maka aku akan benamkan satu paku ke tiang ini. Dan setiap kali kau berbuat satu kebajikan, sebatang paku akan kucabut keluar dari tiang ini."

Bapanya berbuat sepertimana yang dia janjikan, dan setiap hari dia akan memukul beberapa batang paku ke tiang tersebut. Kadang-kadang sampai berpuluh paku dalam satu hari. Jarang-jarang benar dia mencabut keluar paku dari tiang.

Hari bersilih ganti, beberapa purnama berlalu, dari musim ribut tengkujuh berganti kemarau panjang. Tahun demi tahun beredar.Tiang yang berdiri megah di halaman kini telah hampir dipenuhi dengan tusukan paku-paku dari bawah sampai ke atas. Hampir setiap permukaan tiang itu dipenuhi dengan paku-paku. Ada yang berkarat lepat dek kerana hujan dan panas. Setelah melihat keadaan tiang yang bersusukan dengan paku-paku yang menjijikkan pandangan mata, timbullah rasa malu. Maka dia pun berazamlah untuk memperbaiki dirinya. Mulai detik itu, Mat mula sembahyang. Hari itu saja lima butir paku dicabut ayahnya dari tiang. Besoknyas sembahyang lagi ditambah dengan sunat-sunatnya.Lebih banyak lagi paku tercabut. Hari berikutnya Mat tinggalkan sisa-sisa maksiat yang melekat. Maka semakin banyaklah tercabut paku-paku tadi. Hari demi hari, semakin banyak kebaikan yang Mat lakukan dan semakin banyak maksiat yang ditinggal, hingga akhirnya hanya tinggal sebatang paku yang tinggal melekat di tiang.

Maka ayahnyapun memanggil anaknya dan berkata: "Lihatlah anakku, ini paku terakhir, dan akan aku cabutkannya keluar sekarang. Tidakkah kamu gembira?" Mat merenung pada tiang tersebut, tapi disebalik melahirkan rasa gembira sebagai yang disangkakan oleh ayahnya, dia mula menangis teresak-esak. "Kenapa anakku?" tanya ayahnya, "aku menyangkakan tentunya kau gembira kerana semua paku-paku tadi telah tiada."Dalam nada yang sayu Mat mengeluh, "Wahai ayahku, sungguh benar katamu, paku-paku itu telah tiada,tapi aku bersedih parut - parut lubang dari paku itu tetap kekal ditiang, bersama dengan karatnya."

Rakan yang dimuliakan, Dengan dosa-dosa dan kemungkaran yang seringkali diulangi hinggakan menjadi suatu kebiasaan ,kita mungkin boleh mengatasinya, atau secara beransur-ansur menghapuskannya,tapi ingatlah bahawa parut-parutnya akan kekal. Dari itu, bilamana kita menyedaridiri ini melakukan suatu kemungkaran,ataupun sedang diambang pintu habit yang buruk, maka berhentilah serta-merta. Kerana setiap kali kita bergelimang dalam kemungkaran, maka kita telah membenamkan sebilah paku lagi yang akan meninggalkan parut pada jiwa kita, meskipun paku itu kita cabut kemudiannya. Apatah lagi kalau kita biarkan ianya berkarat dalam diri ini sebelum dicabut. Lebih-lebih lagilah kalau dibiarkan berkarat dan tak dicabut.Wassalam.

Banyaklah Berzikir

Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a.. Ia berkata bahwa Rasulullah saw. Bersabda, "Sesungguhnya Allah SWT memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling di jalan-jalan guna mencari hamba ahli berzikir. Jika mereka mendapati kaum yang selalu berzikir kepada Allah SWT, mereka menyerunya, `Serukanlah kebutuhan kalian.' Kemudian mereka membawanya dengan sayap-sayapnya ke atas langit bumi. Lalu mereka ditanya oleh Rabb-nya (Dia Maha Mengetahui), `Apa yang dikatakan oleh hamba-hamba-Ku?' Para malaikat menjawab, `Mereka menyucikan dan mengagungkan Engkau, memuji dan memuliakan Engkau.' Allah berfirman, `Apakah mereka melihat-Ku?' Para malaikat menjawab, `Tidak, demi Allah, mereka tidak melihat-Mu.' Allah berfirman, `Bagaimana kalau mereka melihat Aku?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihat-Mu, tentunya ibadah mereka akan bertambah, tambah menyucikan dan memuliakan Engkau.' Allah SWT berfirman, `Apa yang mereka minta?' Para malaikat berkata, `Mereka memohon surga kepada-Mu.' Allah berfirman, `Apakah mereka pernah melihatnya?' Para malaikat berkata, `Tidak, demi Allah, mereka tidak pernah melihatnya.' Allah SWT berfirman, `Bagaimana kalau mereka melihatnya?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihatnya, niscaya mereka akan semakin berhasrat serta tamak dalam memohon dan memintanya.' Allah SWT berfirman, `Pada apa mereka memohon perlindungan?' Para malaikat berkata, `Mereka memohon perlindungan dari neraka-Mu.' Allah SWT berfirman, `Apakah mereka pernah melihatnya?' Para malaikat berkata, `Kalau mereka melihatnya, niscaya mereka akan semakin berlari menjauhinya dan semakin takut.' Allah SWT berfirman, `Kalian Aku jadikan saksi bahwa Aku telah mengampuni mereka.'

Salah seorang dari malaikat itu berkata, `Di dalam kelompok mereka terdapat si Fulan yang bukan bagian dari mereka. Ia datang ke sana hanya untuk suatu keperluan.' Allah SWT berfirman, `Anggota majelis itu tidak menyengsarakan orang yang duduk bergabung dalam majelis mereka.'"

Jamil Bustainah

Nama lengkapnya adalah Jamil bin Adullah bin Muammar al-Udzri, sedangkan nama panggilannya Abu Umar. Penyair yang terkenal dengan kisah cintanya di kalangan bangsa Arab ini sangat mencintai salah seorang gadis dari kabilahnya, Yatsinah. Dari sini tersebarlah cerita tentang cinta keduanya. Syair-syair mengalir begitu lembut, kebanyakan bertemakan cinta dan kasih sayang, kebanggaan, serta lukisan keindahan dan kecantikan wanita. Ia wafat pada tahun 82H.

Az-Zubair bin Bakkar telah meriwayatkan dari Abbas bin Sahl as-Sa'idi bahwa menemui Jamil menjelang wafatnya. Saat itu Jamil bertanya kepadanya, "Wahai saudaraku, apa pendapatmu tentang seseorang yang belum pernah minum khamr sedikitpun. Ia pun tidak berzina ataupun mencuri dan tidak pernah membunuh sesama. Ia benar-benar bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah?" Abbas bin Sahl menjawab, "saya kira orang itu akan selamat dari siksa neraka dan saya berharap ia masuk ke dalam surga. Siapakah orang itu, wahai Jamil?" tanya Abbas. Jamil menjawab, "Akulah orangnya." Abbas terperangah mendengar jawaban Jamil, lalu katanya lagi, "Allahu Akbar!

Sungguh saya sama sekali tidak mengira kalau engkau tidak pernah melakukan itu semua. Bukankah engkau selama dua puluh tahun banyak melukiskan tentang keindahan tubuh wanita, seperti Yatsinah, dalam syair-syairmu?" Jamil menjawab, "Biarlah aku tidak mendapatkan syafa'at dari Nabi Muhammad saw. Di akhirat kelak seandainya aku pernah meletakkan tanganku pada diri beliau dengan sesuatu yang meragukan. Sesungguhnya kini aku berada pada hari pertama dari hari-hari akhirat dan hari terakhir dari kehidupan dunia." jawab Jamil dengan sunguh-sungguh. Dan tak lama kemudian ia pun wafat.

Keutamaan Al Fatihah

Nama-nama lain Al-Fatihah : Fatihatul-Kitab, Ummul Kitab, Ummul-Qur'an, as-Sab'ul-Matsani, al-Qur'anul-`Azhim,asy-Syifa, dan Assaul-Qur'an.

Imam Ahmad bin Hambal r.a. meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dia berkata, "Rasulullah saw. Menemui Ubai bin Ka'ab, namun dia sedang shalat. Rasul berkata, `Hai Ubai.' Maka Ubai melirik, namun tidak menyahut. Nabi berkata, `Hai Ubai!' Lalu Ubai mempercepat shalatnya, kemudian beranjak menemui Rasulullah saw. Sambil berkata, `Asalamu'alaika, ya Rasulullah.' Rasul menjawab, `Wa'alaikassalam. Hai Ubai, mengapa kamu tidak menjawab ketika kupanggil?' Ubai menjawab, `Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sedang shalat.'

Nabi bersabda, `Apakah kamu tidak menemukan dalam ayat yang diwahyukan Allah Ta'ala kepadaku yang menyatakan, `Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu.' (al-Anfal:24)

Ubai menjawab, `Ya Rasulullah, saya menemukan dan saya tidak akan mengulangi hal itu.' Rasul bersabda, `Sukakah kamu bila kuajari sebuah surat yang tidak diturunkan surat lain yang serupa dengannya di dalam Taurat, Injil, Zabur dan al-Furqan?' Ubai menjawab, `Saya suka, wahai Rasulullah.'

Rasulullah saw. Bersabda, `Sesungguhnya aku tidak mau keluar dari pintu ini sebelum aku mengajarkannya.' Ubai berkata, `Kemudian Rasulullah memegang tanganku sambil bercerita kepadaku. Saya memperlambat jalan karena khawatir beliau akan sampai di pintu sebelum menuntaskan pembicaraannya. Ketika kami sudah mendekati pintu, aku berkata, `Ya Rasulullah, surat apakah yang janjikan itu?' Beliau bertanya, `Apa yang kamu baca dalam shalat?' Ubai berkata, `Maka aku membacakan Ummul-Qur'an kepada beliau.'

Beliau bersabda, `Demi yang jiwaku dalam genggaman-Nya, Allah tidak menurunkan surat yang setara dengan itu baik dalam Taurat,Injil,Zabur,maupun al-Furqan. Ia merupakan tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang.'

"Muslim meriwayatkan dalam sahihnya dan Nasa'I meriwayatkan dalam sunannya dengan sanad dari Ibnu, dia berkata, "Suatu ketika Rasulullah saw. (sedang duduk) dan di sisinya ada Jibril. Tiba-tiba jibril mendengar suara dari atas. Maka dia mengarahkan pandangannya ke langit, lalu berkata, `Inilah pintu langit dibukakan, padahal sebelumnya tidak pernah.' Ibnu Abbas berkata, "Gembirakanlah (umatmu) dengan dua cahaya. Sungguh keduanya diberikan lepadamu dan tidak pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelummu, yaitu Fatihatul-Kitab dan beberapa ayat terakhir surat al-Baqarah. Tidakkah Anda membaca satu hurufpun darinya melainkan Anda akan diberi (pahalanya).'"

Tobatnya Al Qass

Al-Qass adalah orang yang paling baik ibadahnya di mata penduduk Mekkah. Pada suatu hari dia bertemu dengan Sallamah, gadis pinangan orang Quraisy. Lalu al-Qass mendengar nyanyiannya dan berhenti untuk mendengarkannya.

Pada saat itulah majikan gadis itu melihat al-Qass dan berkata, "Maukah Anda masuk untuk mendengarkannya?" Al-Qass pura-pura tidak mau sampai gadis itu mengizinkannya. Al-Qass berkata, "Tempatkan saya di tempat yang sepi agar saya tidak dapat melihat dia dan dia tidak melihatku" Kemudian al-Qass masuk dan gadis itu pun menyanyi. Gadis itu tertarik kepadanya. Lalu majikannya menawarkan kepada al-Qass untuk berkenalan dengannya, tetapi al-Qass tidak mau.Pada suatu hari gadis itu berkata kepadanya, "Sungguh aku mencintaimu." Al-Qass menjawab, "Saya juga mencintaimu." Gadis itu berkata, "Aku ingin sekali mengecup bibirmu." Al-Qass berkata, "Saya juga." Gadis itu berkata, "Saya ingin menempelkan dadaku ke dadamu." Al-Qass menjawab, "Saya juga." Gadis itu berkata, "Lalu mengapa Anda tidak melakukannya? Sungguh tempat ini benar-benar sepi."

Al-Qass menjawab, "Saya mendengar Allah berfirman yang artinya: Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. (QS: az-Zukhruf:67)
Saya tidak ingin kasih sayang antara diriku dan dirimu berubah menjadi permusuhan di hari kiamat."
Lalu gadis itu berkata, "Wahai al-Qass! Apakah Tuhanku dan Tuhanmu tidak menerima kita kalau bertobat kepadanya? Al-Qass menjawab, "Ya! Tetapi saya tidak aman dari kematian yang datang dengan tiba-tiba." Kemudain al-Qass berdiri dan kedua matanya mengeluarkan air mata. Setelah itu dia tidak pernah kembali lagi ke tempat itu dan beribadahlah dia seperti sedia kala.

Orang Beriman

Imam Ahmad meriwayatkan dari Jarir bin Adullah dia berkata, "Kami pergi bersama Rasulullah saw.. Setelah kami meninggalkan Madinah, tiba-tiba ada seorang penunggang menuju ke arah kami. Rasulullah saw. bersabda, Sepertinya penunggang itu ada keperluan kepadamu.? Akhirnya, tibalah penunggang itu pada kami seraya memberi salam. Kami pun menjawab salamnya. Rasulullah saw. Bertanya kepadanya, Dari mana engkau? Dia menjawab, "Dari istriku, anakku, dan keluargaku. Beliau bertanya, Hendak ke mana kamu? Dia menjawab, Hendak menemui Rasulullah. Beliau bersabda, Kamu telah menjumpainya. Dia berkata, Ajarkanlah kepadaku apakah iman itu? Beliau bersabda, Hendaklah kmau bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, bahwa Muhammad merupakan Rasul Allah, kamu pun harus mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan beribadah haji ke Baitullah. Dia berkata, Sungguh aku mengakui "

Jarir melanjutkan, "Kemudian kaki depan unta orang itu masuk ke dalam lubang tikus yang besar sehingga unta pun terperosok, demikia pula orang itu terjatuh dengan kepala terbentur hingga ia mati. Maka Rasulullah bersabda, Saya harus menolong orang itu! Maka Amar bin Yasir dan Hudzaifah bin al-Yaman meloncat untuk memburu Nabi saw. Lalu keduanya mendudukkan beliau seraya berkata, Ya Rasulullah, orang itu sudah meninggal. "

Jarir berkata, "Maka Rasulullah berpaling dari kedua sahabat itu, lalu bersabda kepada keduanya, Apakah kamu berdua tidak melihat keberpalinganku dari orang itu? Sungguh saya melihat dua malaikat menyuapkan buah surga ke mulut orang itu sehingga tahulah saya bahwa dia mati dalam keadaan lapar! Kemudian Rasulullah saw. Bersabda, Orang ini termasuk orang-orang yang disifati Allah dalam firman-Nya, "

Orang-orang yang beriman dan mereka tidak mencampurkan keimanannya dengan kezaliman. Kemudian beliau melanjutkan, Bawalah saudaramu itu! Maka kami pun membawanya ke air, memandikannya, melumurinya dengan obat, mengafaninya, dan membawanya ke kubur.

Lalu, datanglah Rasulullah saw. Kemudian beliau duduk di pinggir kubur dan bersabda, Buatlah lahad (relung di lubang kubur) dan jangan membuat galian di tengah-tengah, sebab lahad itu untuk umat Islam sedang lubang di tengah untuk agama lain."

Hidangan

Abu Ja'far bin Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa dia menceritakan tentang Isa. Isa berkata kepada Bani Israel, "Maukah kamu berpuasa tiga hari karena Allah. Kemudian, jika kamu memohon sesuatu kepada-Nya, niscaya Dia memberi apa yang kamu pinta, sebab pahala orang yang beramal itu bagi orang yang beramal karena Dia." Mereka pun melakukannya, lalu berkata, "Hai pengajar kebaikan, kamu mengatakan kepada kami bahwa pahala orang yang beramal itu diberikan kepada orang yang beramal karena Dia, kamu pun menyuruh kami berpuasa selama tiga hari lalu kami melakukannya, dan tidaklah kami bekerja pada seseorang selama 30 hari melainkan dia memberi kami makanan tatkala persediaan makanan kami habis. Apakah Tuhanmu mampu menurunkan hidangan dari langit?"

Maka Isa berkata, "Bertakwalah kepada Allah, jika kamu merupakan orang-orang yang beriman." Mereka berkata, "Kami ingin memakannya sehingga hati kami menjadi tenteram dan kami pun yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, lalu kami akan menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu."Isa putra Maryam berdoa. "Ya Allah Tuhan kami, turunkanlah suatu hidangan dari langit yang akan menjadi tanda yang menunjukkan kekuasaan-Mu; anugerahkanlah rezeki kepada kami dan Engkaulah pemberi rezeki yang paling utama."

Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu. Barangsiapa diantara kamu kamu yang kafir sesudah itu, maka sesungguhnya Aku akan mengazabnya dengan suatu azab yang belum pernah Kutimpakan kepada seorang makhluk pun." Ibnu Abbas melanjutkan: maka malaikat terbang membawa hidangan dari langit. Hidangan itu berisi tujuh jenis ikan dan tujuh jenis roti. Malaikat meletakkannya di hadapan mereka. Orang yang terakhir memakannya seperti halnya orang yang pertama memakannya.

Demikian pula kisah ini diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas.Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Ammar bin Yasir dari Nabi saw, beliau bersabda, "Hidangan itu diturunkan dari langit. Ia berisikan roti dan daging. Mereka diperintahkan supaya jangan berkhianat dan menyisakan untuk esok. Lalu mereka berkhianat dan menyimpannya. Maka mereka dialih rupakan menjadi kera dan babi."

*******(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa berkata: "Hai Isa putra Maryam, bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?" Isa menjawab: "Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kamu orang yang beriman".Mereka berkata; "kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu".

Isa putra Maryam berdoa: "Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri rezekilah kami, dan Engkaulah Pemberi rezeki Yang Paling Utama".

Allah berfirman: "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepadamu, barang siapa yang kafir di antaramu sesudah (turun hidangan itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia".( al-Maa-idah:112-115)

Azab Kaum Nasrani

Abdullah berkata, Saya mendengar Abu Burdah menceritakan kepada Umar bin Abdul Aziz dari ayahnya Abu Musa al-Asy'ari, dia berkata, Rasulullah saw. Bersabda, "Jika hari kiamat tiba, maka para nabi dan umatnya diseru. Maka diserulah Isa. Allah telah menuturkan nikmat yang telah dianugerahkan kepadanya dan Isa pun mengakuinya. Allah berfirman, "Hai Isa putra Maryam, ingatlah akan nikmat-Ku yang diberikan kepadamu dan kepada ibumu.' Kemudian Allah berfirman, `Adakah kamu mengatakan kepada manusia, `Jadikanlah aku dan ibuku dua tuhan selain Allah." Isa menolak bahwa dirinya mengatakan demikian. Lalu ditampilkan kaum Nasrani dan ditanya. Maka mereka menjawab, `Benar, Isa menyuruh kami berbuat demikan.' Nabi bersabda, `Maka rambut Isa menjadi panjang. Lalu setiap malaikat memegang sehelai rambut kepala dan bulu tubuh Isa. Kemudian Isa menjadikan kaum Nasrani duduk memeluk lutut dihadapan Allah selama seribu tahun sebelum ditegakkan hujjah yang mengalahkan mereka, diangkat ke tiang salib dan digiring ke neraka,'

"Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang tuhan selain Allah?" Isa menjawab: "Maha Suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang gaib-gaib".Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan) nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu.Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (al-Maa-idah:116-118)

Amanah Seorang sahabat

Diceritakan bahawa ada dua orang lelaki dari kalangan sahabat Rasulullah s.w.a. berteman baik saling ziarah menziarahi antara satu dengan lainnya. Mereka adalah Sha'b bin Jastamah dan Auf bin Malik. "Wahai saudaraku, siapa di antara kita yang pergi (meninggal dunia) terlebih dahulu, hendaknya saling kunjung mengunjungi." kata Sha'b kepada Auf di suatu hari. "Betul begitu?" tanya Auf. "Betul." jawab Sha'b. Ditakdirkan Allah, Sha'b meninggal dunia terlebih dahulu. Pada suatu malam Auf bermimpi melihat Sha'b datang mengunjunginya. "Engkau wahai saudaraku?" tanya Auf. "Benar." jawab Sha'b. "Bagaimana keadaan dirimu?" "Aku mendapatkan keampunan setelah mendapat musibah."

Apabila Auf melihat pada leher Sha'b, dia melihat ada tanda hitam di situ. "Apa gerangan tanda hitam di lehermu itu?" tanya Auf. "Ini adalah akibat sepuluh dinar yang aku pinjam dari seseorang Yahudi, maka tolong jelaskan hutang tersebut. Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa tidak satupun kejadian yang terjadi di dalam keluargaku, semua terjadi pula setelah kematianku. Bahkan terhadap kucing yang matipun dipertanggungjawabkan juga. Ingatlah wahai saudaraku, bahwa anak perempuanku yang mati enam hari yang lalu, perlu engkau beri pelajaran yang baik dan pengertian baginya."

Perbincangan di antara kedua-dua lelaki yang bersahabat itu terhenti kerana Auf terjaga dari tidurnya. Dia menyadari bahwa semua yang dimimpikannya itu merupakan pelajaran dan peringatan baginya. Pada sebelah paginya dia segera pergi ke rumah keluarga Sha'b. "Selamat datang wahai Auf. Kami sangat gembira dengan kedatanganmu." kata keluarga Sha'b. "Beginilah semestinya kita bersaudara. Mengapa anda datang setelah Sha'b tidak ada di dunia?"

Auf menerangkan maksud kedatangannya yaitu untuk memberitahukan semua mimpinya malam tadi. Keluarga Sha'b faham akan semuanya dan percaya bahwa mimpinya itu benar. Mereka pun mengumpulkan sepuluh dinar dari wang simpanan Sha'b sendiri lalu diberikan kepada Auf agar dibayarkan kepada si Yahudi. Auf segera pergi ke rumah si Yahudi untuk menjelaskan hutang Sha'b. "Adakah Sha'b mempunyai tanggungan sesuatu kepadamu?" tanya Auf. "Rahmat Allah ke atas Sha'b Sahabat Rasulullah S.A.W. Benar, aku telah memberinya pinjaman sebanyak sepuluh dinar." jawab si Yahudi. Setelah Auf menyerahkan sepuluh dinar, si Yahudi berkata: "Demi Allah dinar ini serupa benar dengan dinarku yang dipinjamnya dulu." Dengan demikian, Auf telah melaksanakan amanah dan pesan saudara seagamanya yang telah meninggal dunia.Kisah Qabil dan Habil Qabil dan Habil, keduanya adalah putra Adam as. Al-Qur'an mengisahkan keduanya agar menjadi i'tibar dan hikmah orang-orang mu'min. Qabil adalah seorang yang bermental buruk, selalu melakukan keburukan, dosa, tamak dan menentang kebenaran. Habil adalah saudaranya, seorang yang saleh, taqwa dan selalu berbuat kebenaran.

Di antara keduanya sering timbul perselisihan. Habil selalu mempertahankan kebenaran, sedang Qabil selalu menentangnya. Perselisihan antara keduanya sering terjadi hingga akhirnya sampai ke suatu titik kritis, yakni peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh Qabil terhadap adiknya, Habil. Di antara sebab perselisihan mereka ada dua pendapat: Pertama, Habil adalah seorang peternak yang mempunyai ternak kambing, sedangkan Qabil adalah seorang petani yang memiliki tanaman pertanian. Masing-masing melakukan kurban dengan mengeluarkan harta yang dimiliki mereka masing-masing. Habil memilih seekor domba yang paling baik untuk dijadikan kurban, sedangkan Qabil memilih gandum yang terburuk dari hasil pertaniannya untuk berkurban. Kemudian keduanya menyerahkan harta kurban masing-masing kepada Allah. Tiba-tiba turunlah api dari langit yang membakar kurban Habil dan membiarkan kurban Qabil.

Setelah Qabil mengetahui Allah menerima kurban saudaranya dan tidak menerima harta kurbannya, timbullah rasa dengki yang kemudian membunuh adik kandungnya itu. Kedua, dikisahkan bahwa Nabi Adam as mempunyai anak yang masing-masing dilahirkan oleh istrinya kembar dua, terdiri dari laki-laki dan perempuan. Yang pertama, Qabil dengan saudari kembarnya perempuan, yang kedua Habil dengan saudari kembarnya. Adam ingin menjodohkan masing-masing anaknya secara bersilang. Qabil dengan saudari kembar Habil, dan Habil dengan saudari kembar Qabil. Kebetulan, saudari kembar Qabil adalah wanita cantik sehingga ketika Adam akan mengawinkannya dengan Habil, Qabil menolak dan menantang ayahnya dan berkata, `Saya lebih berhak memperistri saudari kembarku, sedangkan Habil lebih berhak memperistri saudari kembarnya. Bukanlah hal yang bersilang ini tidak lain hanyalah pendapatmu belaka!"

Kemudian Adam memerintahkan kedua anak laki-lakinya melakukan kurban. Barang siapa yang kurbannya diterima akan dijodohkan dengan anak yang cantik (saudari kembar Qabil) itu. Ternyata, yang diterima Allah adalah qurban Habil. Turunlah api dari langit menyambar dan menelan kurban Habil, dan akhirnya timbullah rasa dengki terhadap adiknya, yang kemudian terjadi pembunuhan. "Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), `Aku pasti membunuhmu.' Berkata Habil, `Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu, aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan demikian itulah pembalasan bagi orang-orang zhalim.' Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah. Maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang merugi." Qs. al-Maidah : 27-30

Perkataan takwa yang diucapkan Habil ketika berdialog dengan Qabil, sebenarnya sangat tepat untuk mengingatkan dirinya atau Qabil yang ingin melakukan kejahatan itu. Namun, Qabil bukanlah ahli takwa. Karenanya, Allah tidak menerima kurbannya karena kedengkian yang meliputi hatinya memuncak dan menimbulkan suatu keinginan keras untuk membunuh adiknya. Kemudian kita berdalih kepada firman Allah yang mengisahkan ucapan saudara teraniaya (Habil) ketika mengatakan, `Sesungguhnya kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah Tuhan seru sekalian alam.' Dari sini kita tahu kemuliaan mentalitas Habil yang penuh takwa dan kebaikan. Mental Habil untuk menolak untuk membalas kejahatan yang akan dilakukan kepadanya, karena pembunuhan benar-benar tidak cocok dengan sifat mentalnya. Ia benar-benar takut kepada Allah Rabbu'l-Alamin. Barang siapa takut kepada Allah tidak akan berbuat zhalim terhadap seseorang. Rasa takut kepada Allah merupakan benteng yang kuat untuk mencegah perbuatan salah dan dosa di dunia ini. Karenanya, jika para pendidik dan penegak kebenaran mengerti tentang fungsi takwa ini, tentu mereka akan beramal dan takut bermaksiat kepada Allah, dan akan tercapailah masyarakat yang kokoh, kuat dan penuh kedamaian. Tetapi, Qabil yang dapat dikuasai oleh cengkeraman kemaksiatan, rapuhlah perrtahanan dirinya terhadap gelora nafsu jahatnya.

"Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang di antara orang-orang yang rugi." (Qs.5:30)

Pertentangan sengit itu, hakekatnya tidak terjadi pada diri Qabil dan Habil. Tetapi pertentangan sengit yang sebenarnya terjadi antara Qabil dan hawa nafsunya, atau antara Qabil dengan kemauan jahatnya. Dalam keadaan demikian, mestinya Qabil harus bertahan mengekang keliaran nafsunya untuk meloloskan diri dari cengkeraman nafsu jahat itu. Namun, Qabil itu lemah dalam menghadapi kelemahan dirinya dan keliaran nafsunya, sehingga ia dapat dijerumuskan nafsu jahatnya untuk membunuh saudaranya. Demikian itulah jenis dengki yang amat ganas. Hasad, adalah perbuatan dosa kepada Allah yang pertama terjadi di langit dan bumi. Di langit, perbuatan hasad dilakukan oleh Qabil terhadap Habil. Pelajaran dari Burung Gagak Setelah Qabil membunuh saudaranya ia mendiamkan begitu saja mayat adiknya karena tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Kemudian Allah mengutus dua ekor burung gagak, keduanya berkelahi hingga akhirnya terbunuhlah salah satu di antaranya. Gagak yang masih hidup kemudian melobangi tanah dengan paruh dan kakinya. Setelah selesai, dilemparkannya gagak yang sudah mati itu ke dalam lobang dan ditimbun dengan tanah. Ketika Qabil melihat gagak mengubur seekor gagak yang dibunuhnya, tersentuhlah hatinya. Ia tidak merasa lega hatinya kalau dirinya kalah dengan seekor gagak dalam masalah kebaikan. Maka, dikuburkanlah saudaranya ke dalam tanah kemudian ia menyesali perbuatannya seraya berkata, `Kenapa diriku ini hanya memiliki lebih sedikit penghormatan kepada yang lain dibandingkan dengan seekor gagak.' Inilah maksud dari firman Allah tersebut berikut ini, "Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil, `Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?' Karena itu jadilah ia seorang di antara orang-orang yang menyesal." Qs. al-Maidah : 31

Terkena Api Di Kuburan

Diceritakan dari Ibnu Hajar bahawa serombongan orang dari kalangan Tabi'in pergi berziarah ke rumah Abu Sinan. Baru sebentar mereka di rumah itu, Abu Sinan telah mengajak mereka untuk berziarah ke rumah jirannya. "Mari ikut saya ke rumah jiran untuk mengucapkan ta'ziah atas kematian saudaranya." kata Abu Sinan kepada tetamunya.

Sesampainya di sana, mereka mendapati saudara si mati senantiasa menangis karana terlalu sedih. Para tetamu telah berusaha menghibur dan membujuknya agar jangan menangis, tapi tidak berjaya. "Apakah kamu tidak tahu bahwa kematian itu suatu perkara yang mesti dijalani oleh setiap orang?" tanya para tetamu. "Itu aku tahu. Akan tetapi aku sangat sedih kerana memikirkan siksa yang telah menimpa saudaraku itu." jawabnya. "Apakah engkau mengetahui perkara yang ghaib?" "Tidak. Akan tetapi ketika aku menguburkannya dan meratakan tanah di atasnya telah terjadi sesuatu yang menakutkan. Ketika itu orang-orang telah pulang, tapi aku masih duduk di atas kuburnya. Tiba-tiba terdengar suara dari dalam kubur "Ah....ah....Mereka tinggalkan aku seorang diri menanggung siksa. Padahal aku mengerjakan puasa dan solat". Jeritan itu betul-betul membuatku menangis kerana kasihan. Aku coba menggali kuburnya semula kerana ingin tahu apa yang sudah terjadi di dalamnya. Ternyata kuburan itu telah penuh dengan api dan di leher si mayat ada rantai dari api. Kerana kasihan kepada saudara, aku cuba untuk melepaskan rantai itu dari lehernya. Apabila aku hulurkan tangan untuk membukanya, tanganku terbakar."

Lelaki itu menunjukkan tangannya yang masih hitam dan mengelupas kulitnya karana kesan api dari dalam kubur kepada tetamu. Dia meneruskan ceritanya: "Aku terus menimbun kubur itu seperti semula dan pulang dengan segera. Bagaimana kami tidak akan menangis apabila mengingati keadaan itu?" "Apa yang biasa dilakukan oleh saudaramu ketika di dunia?" tanya teman-teman Abu Sinan. "Dia tidak mengeluarkan zakat hartanya." jawabnya.

Dengan jawaban ini, teman-teman Abu Sinan membuat kesimpulan tentang kebenaran ayat Suci Al-Quran surah Ali Imran yang artinya: "Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Ali Imran, 180)

Nabi Sulaiman dan Semut

Sulaiman bin Daud adalah satu-satunya Nabi yang memperoleh keistimewaan dari Allah SWT sehingga bisa memahami bahasa binatang. Dia bisa bicara dengan burung Hud Hud dan juga boleh memahami bahasa semut. Dalam Al-Quran surah An Naml, ayat 18-26 adalah contoh dari sebahagian ayat yang menceritakan akan keistimewaan Nabi yang sangat kaya raya ini. Firman Allah, Dan Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata, hai manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu karunia yang nyata.

Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung, lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan) sehingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut, hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.

Maka Nabi Sulaiman tersenyum dengan tertawa kerana mendengar perkataan semut itu. Katanya, Ya Rabbi, limpahkan kepadaku karunia untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku; karuniakan padaku hingga boleh mengerjakan amal soleh yang Engkau ridhai; dan masukkan aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang soleh. (An-Naml: 16-19)

Menurut sejumlah riwayat, pernah suatu hari Nabi Sulaiman as bertanya kepada seekor semut, Wahai semut! Berapa banyak engkau perolehi rezeki dari Allah dalam waktu satu tahun? Sebesar biji gandum, jawabnya.

Kemudian, Nabi Sulaiman memberi semut sebiji gandum lalu memeliharanya dalam sebuah botol. Setelah genap satu tahun, Sulaiman membuka botol untuk melihat nasib si semut. Namun, didapatinya si semut hanya memakan sebahagian biji gandum itu. Mengapa engkau hanya memakan sebahagian dan tidak menghabiskannya? tanya Nabi Sulaiman. Dahulu aku bertawakal dan pasrah diri kepada Allah, jawab si semut. Dengan tawakal kepada-Nya aku yakin bahawa Dia tidak akan melupakanku. Ketika aku berpasrah kepadamu, aku tidak yakin apakah engkau akan ingat kepadaku pada tahun berikutnya sehingga boleh memperoleh sebiji gandum lagi atau engkau akan lupa kepadaku. Kerana itu, aku harus tinggalkan sebahagian sebagai bekal tahun berikutnya.

Nabi Sulaiman, walaupun ia sangat kaya raya, namun kekayaannya adalah nisbi dan terbatas. Yang Maha Kaya secara mutlak hanyalah Allah SWT semata-mata. Nabi Sulaiman, meskipun sangat baik dan kasih, namun yang Maha Baik dan Maha Kasih dari seluruh pengasih hanyalah Allah SWT semata. Dalam diri Nabi Sulaiman tersimpan sifat terbatas dan kenisbian yang tidak dapat dipisahkan; sementara dalam Zat Allah sifat mutlak dan absolut.

Bagaimanapun kayanya Nabi Sulaiman, dia tetap manusia biasa yang tidak boleh sepenuhnya dijadikan tempat bergantung. Bagaimana kasihnya Nabi Sulaiman, dia adalah manusia biasa yang menyimpan kedaifan-kedaifannya tersendiri. Hal itu diketahui oleh semut Nabi Sulaiman. Kerana itu, dia masih tidak percaya kepada janji Nabi Sulaiman ke atasnya. Bukan kerana khuatir Nabi Sulaiman akan ingkar janji, namun khuatir Nabi Sulaiman tidak mampu memenuhinya lantaran sifat manusiawinya. Tawakal atau berpasrah diri bulat-bulat hanyalah kepada Allah SWT semata, bukan kepada manusia.

Tobatnya kaum nabi Musa

Nabi Musa pernah menghadap Tuhannya Azza Wajalla untuk memohon agar Dia berkenan menerima tobat kaumnya dari penyembahan anak sapi. Lalu Allah SWT berfirman, "Wahai Musa! Tidak ada tobat bagi mereka kecuali mereka membunuh diri mereka sendiri." Nabi Musa pun segera kembali pada kaumnya dan berkata, "Wahai kaumku! Sesungguhnya Allah enggan menerima tobat kalian hingga kamu membunuh dirimu sendiri." Karena, memang begitulah cara kalia bertobat. "Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu."( Baca QS: Al-Baqarah:54) Yakni Pencipta kamu. Mereka berkata, "Hai Musa! Kami siap untuk bersabar menerima perintah Allah Azza Wajalla. Karena, kaummu telah menyesali atas semua perbuatan mereka."

Nabi Musa as lalu mengangkat janji dari mereka untuk bersabar menghadapi kamatian. Mereka pun menyatakan setuju. Keesokan harinya mereka siap berkumpul di halaman rumah-rumah mereka. Setiap keluarga berada dalam kelompok masing-masing. Kemudian Musa memerintahkan orang-orang yang tidak pernah menyembah anak sapi dari Bani Israil untuk membawa pedang dan menebas siapa saja yang ia jumpai. Mereka pun berjalan di tempat-tempat berkumpul seraya berkata, "Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada orang yang tidak bangkit dari duduknya, tidak mengangkat pandangannya, dan tidak mengadakan perlawanan dengan tangan ataupun kakinya, sehingga Allah menuntaskan hukuman-Nya."

Mereka pun membunuh siapa saja yang mereka temui, hingga ada orang laki-laki dari Bani Israil yang mendatangi kaumnya yang sedang duduk di halaman rumah-rumah mereka lalu berkata, "Sesungguhnya mereka adalah saudara-saidara kamu juga yang datang kepada kamu yang masing-masing membawa pedang terhunus. Maka takutlah kamu kepada Allah dan bersabarlah, karena sesungguhnya laknat Allah dan malaikat-malaikat-Nya akan ditimpakan atas siapa saja yang berdiri atau membela diri dengan tangan atau kakinya." Mereka pun menjawab, "Amin."

Kaum itu berkata ketika mereka diperintahkan agar sebagian mereka membunuih sebagian yang lain, "Ya Rasulullah, bagaimana kami tega membunuh para orang tua kami, anak-anak dan saudara-saudara kami?" Lalu Allah menurunkan kegelapan atas mereka sehingga mereka tidak bisa melihat orang-orang di sekelilingnya. Maka pada saat itulah mereka melakukan perintah pembunuhan itu. Kemudian mereka bertanya, "Hai Musa! Apakah tanda-tanda tobat kami?" Musa berkata, "Pedang-pedang dan senjata-senjata kalian akan terhenti, tidak mau membunuh, dan diangkat kembali kegelapan dari kamu." Mereka terus melakukan pembunuhan hingga darah mencapai jubah dan menggenangi mereka.

Terdengarlah jeritan anak-anak memanggil Nabi Musa, "Ya Musa! Ampun! Ampun!" Mendengar itu Musa pun lalu menangis mengadu kepada Allah Azza Wajalla, maka Allah SWT menurunkan rahmat-Nya, lalu terhentilah senjata-senjata mereka. Nabi Musa segera berseru, "Cukup, tinggalkanlah saudara-saudaramu, karena sesungguhnya rahmat Allah telah turun!"

Seketika lenyaplah kegelapan dari mereka dan tampaklah mayat-mayat disana-sini. Ibn Abbas berkata, "Mereka yang terbunuh adalah para syuhada sedang yang masih hidup telah mendapat ampunan Allah SWT"

Membuka Pintu Sorga

Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore menjelang asar. Fatimah binti Rasulullah menyabut kedatangan suaminya yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar.

Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun."Fatimah menyahut sambil tersenyum, "Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta'ala."

"Terima kasih," jawab Ali.
Matanya memberat lantaran istrinya begitu tawakal. Padahal persediaan dapur sudah ludes sama sekali. Toh Fatimah tidak menunjukan sikap kecewa atau sedih.Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan salat berjama'ah.
Sepulang dari sembahyang, di jalan ia dihentikan oleh seorang tua. "Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?"
Áli menjawab heran. "Ya betul. Ada apa, Tuan?''

Orang tua itu merogoh kantungnya seraya menjawab, "Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar ongkosnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya."Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak di sangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari-hari.Ali pun bergegas berangkat ke pasar.

Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, "Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan."

Tanpa pikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh uangnya kepada orang itu.Pada waktu ia pulang dan Fatimah keheranan melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya.Fatimah, masih dalam senyum, berkata, "Keputusan kanda adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan menutup pintu surga buat kita."

meninggalkan Khianat, Mendapatkan Rahmat

Al-Qadhi Abu Bakar Muhammad bin Abdul Baqi bin Muhammad Al-Bazzar Al-Anshari berkata: "Dulu, aku pernah berada di Makkah semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala selalu menjaganya, suatu hari aku merasakan lapar yang sangat. Aku tidak mendapatkan sesuatu yang dapat menghilangkan laparku. Tiba-tiba aku menemukan sebuah kantong dari sutera yang diikat dengan kaos kaki yang terbuat dari sutera pula.

Aku memungutnya dan membawanya pulang ke rumah. Ketika aku buka, aku dapatkan didalamnya sebuah kalung permata yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Aku lalu keluar dari rumah, dan saat itu ada seorang bapak tua yang berteriak mencari kantongnya yang hilang sambil memegang kantong kain yang berisi uang lima ratus dinar. Dia mengatakan, 'Ini adalah bagi orang yang mau mengembalikan kantong sutera yang berisi permata'. Aku berkata pada diriku, 'Aku sedang membutuhkan, aku ini sedang lapar. Aku bisa mengambil uang dinar emas itu untuk aku manfaatkan dan mengembalikan kantong sutera ini padanya'.

Maka aku berkata pada bapak tua itu, 'Hai, kemarilah'. Lalu aku membawanya ke rumahku. Setibanya di rumah, dia menceritakan padaku ciri kantong sutera itu, ciri-ciri kaos kaki pengikatnya, ciri-ciri permata dan jumlahnya berikut benang yang mengikatnya. Maka aku mengeluarkan dan memberikan kantong itu kepadanya dan dia pun memberikan untukku lima ratus dinar, tetapi aku tidak mau mengambilnya. Aku katakan padanya, 'Memang seharusnya aku mengembalikannya kepadamu tanpa mengambil upah untuk itu'. Ternyata dia bersikeras, 'Kau harus mau menerimanya', sambil memaksaku terus-menerus. Aku tetap pada pendirianku, tak mau menerima.

Akhirnya bapak tua itu pun pergi meninggalkanku. Adapun aku, beberapa waktu setelah kejadian itu aku keluar dari kota Makkah dan berlayar dengan perahu. Di tengah laut, perahu tumpangan itu pecah, orang-orang semua tenggelam dengan harta benda mereka. Tetapi aku selamat, dengan menumpang potongan papan dari pecahan perahu itu. Untuk beberapa waktu aku tetap berada di laut, tak tahu ke mana hendak pergi!

Akhirnya aku tiba di sebuah pulau yang berpenduduk. Aku duduk di salah satu masjid mereka sambil membaca ayat-ayat Al-Qur'an. Ketika mereka tahu bagaimana aku membacanya, tak seorang pun dari penduduk pulau tersebut kecuali dia datang kepadaku dan mengatakan, 'Ajarkanlah Al-Qur'an kepadaku'. Aku penuhi permintaan mereka. Dari mereka aku mendapat harta yang banyak.

Di dalam masjid, aku menemukan beberapa lembar dari mushaf, aku mengambil dan mulai membacanya. Lalu mereka bertanya, 'Kau bisa menulis?', aku jawab, 'Ya'. Mereka berkata, 'Kalau begitu, ajarilah kami menulis'. Mereka pun datang dengan anak-anak juga dan para remaja mereka. Aku ajari mereka tulis-menulis. Dari itu juga aku mendapat banyak uang. Setelah itu mereka berkata, 'Kami mempunyai seorang puteri yatim, dia mempunyai harta yang cukup. Maukah kau menikahinya?' Aku menolak. Tetapi mereka terus mendesak, 'Tidak bisa, kau harus mau'. Akhirnya aku menuruti keinginan mereka juga. Ketika mereka membawa anak perempuan itu kehadapanku, aku pandangi dia. Tiba-tiba aku melihat kalung permata yang dulu pernah aku temukan di Makkah melingkar di lehernya. Tak ada yang aku lakukan saat itu kecuali hanya terus memperhatikan kalung permata itu.

Mereka berkata, 'Sungguh, kau telah menghancurkan hati perempuan yatim ini. Kau hanya memperhatikan kalung itu dan tidak memperhatikan orangnya'. Maka saya ceritakan kepada mereka kisah saya dengan kalung tersebut. Setelah mereka tahu, mereka meneriakkan tahlil dan takbir hingga terdengar oleh penduduk setempat. 'Ada apa dengan kalian?', kataku bertanya. Mereka menjawab, 'Tahukah engkau, bahwa orang tua yang mengambil kalung itu darimu saat itu adalah ayah anak perempuan ini'. Dia pernah mengatakan, 'Aku tidak pernah mendapatkan seorang muslim di dunia ini (sebaik) orang yang telah mengembalikan kalung ini kepadaku'.

Dia juga berdoa, 'Ya Allah, pertemukanlah aku dengan orang itu hingga aku dapat menikahkannya dengan puteriku', dan sekarang sudah menjadi kenyataan'. Aku mulai mengarungi kehidupan bersamanya dan kami dikaruniai dua orang anak. Kemudian isteriku meninggal dan kalung permata menjadi harta pusaka untukku dan untuk kedua anakku. Tetapi kedua anakku itu meninggal juga, hingga kalung permata itu jatuh ke tanganku. Lalu aku menjualnya seharga seratus ribu dinar. Dan harta yang kalian lihat ada padaku sekarang ini adalah sisa dari uang 100 ribu dinar itu."

Gara-gara Seekor Ular

Disebutkan oleh Al-Qadhi Abu Ali At-Tanukhi, dia mengatakan: Dahulu kala hiduplah seorang lelaki yang terkenal zuhud dan kuat ibadatnya, dialah Labib Al-Abid. Dia datang ke pintu gerbang negeri Syam dari arah barat kota Baghdad, sebuah tempat yang menjadi laluan banyak orang.

Labib kemudian berkata kepadaku: Dahulu aku adalah seorang hamba Rom, milik salah seorang tentara. Dialah yang merawat dan mengajarku cara bermain pedang sehingga aku pun mahir memainkannya sehingga merasa benar-benar perkasa. Demi menjalin persaudaraan dan untuk mengawal hartanya, walaupun aku telah dimerdekakan sepeninggalnya, aku kemudian menikahi isterinya. Aku yakin, Allah SWT. telah mengetahui bahawa apa yang kuperbuat itu tiada lain sekadar untuk menjaganya. Aku tinggal bersamanya beberapa tahun.

Selama hidup berumahtangga dengannya, suatu hari kulihat seekor ular menyelinap dalam bilik kami. Aku lalu memegang ekornya untuk kubunuh, tetapi ular itu justru berbalik menyerangku dan berhasil menggigit tanganku hingga menjadi lumpuh. Setelah tanganku yang satu mengalami kelumpuhan, selang beberapa waktu kemudian tanganku yang lain menyusul lumpuh pula tanpa sebab- sebab yang jelas. Seterusnya kedua kakiku juga lumpuh, mataku menjadi buta dan terakhir aku menjadi bisu. Kemalangan ini kualami selama satu tahun.

Demikianlah keadaanku yang sangat buruk, kecuali hanya telingaku yang masih mampu menangkap segala pembicaraan. Aku tergeletak tiada berdaya: Aku selalu diberi minum saat aku merasa tidak dahaga, sementara itu dibiarkan kehausan saat aku kenyang, dan dibiarkan ketika aku merasa lapar. Setelah berjalan satu tahun, datanglah seorang wanita menjumpai isteriku.

Dia bertanya kepada isteriku, Bagaimana keadaan Abu Ali Labib? Dia tidak hidup dan tidak juga mati, sehingga hal ini membuatku bimbang dan hatiku menjadi sangat sedih, jawab isteriku.

Mendengar hal itu, dalam hatiku lalu mengadu kepada Allah dan berdoa. Dalam keadaan menderita sakit yang seperti ini sedikit pun dalam jiwaku tidak merasakan sesuatu.

Pada suatu hari, aku merasa seakan-akan menerima pukulan sangat keras yang hampir membuatku binasa. Hal itu terus berlangsung hingga tengah malam atau mungkin sudah lewat tengah malam, kemudian sedikit demi sedikit rasa sakitku ini mula hilang, akhirnya aku dapat tidur.

Keesokan hari ketika terjaga dari tidur, kurasakan tangan ini telah berada di atas dada, padahal selama ini tergeletak tidak berdaya di atas tempat tidur kerana mengalami kelumpuhan. Kucuba untuk bergerak dan ternyata berjaya. Melihat hal ini, aku merasa gembira dan yakin bahawa Allah akan memberikan kesembuhan.

Kucuba menggerakkan tanganku yang lain dan ternyata dapat kugerakkan pula. Aku juga mencuba memegang salah satu kakiku dan berhasil memegangnya, dan kukembalikan tanganku pada keadaan semula, hal ini kulakukan pula pada tanganku yang lain. Selepas itu aku ingin mencuba membalikkan tubuhku dan ternyata dapat kubalikkan dan bahkan aku mampu duduk lagi. Kemudian, aku bermaksud untuk berdiri dan ternyata aku juga mampu melakukannya, lalu kucoba lagi turun dari pembaringan, yang selama ini tubuhku terbaring. Tempat tidurku itu berada di sebuah bilik yang ada di rumahku.

Dalam kegelapan aku mencoba untuk mencari pintu bilik dengan meraba-raba dinding bilik, sebab mataku belum dapat melihat dengan terang. Akhirnya aku berhasil mencapai teras rumah dan di sana aku dapat memandang langit dan bintang-bintang yang berkedip. Kerana luapan kegembiraan yang tiada terkira hampir menghentikan detak jantungku, dan segera terlontar dari bibirku rasa syukur kepada-Nya: Wahai Zat Yang Maha Kaya Kebaikan-Nya! Hanya Milik-Mulah segala puji. Setelah itu aku pun berteriak memanggil isteriku dan dia segera datang menemuiku seraya berkata, Abu Ali? Sekarang inilah aku menjadi Abu Ali yang sebenarnya. Dan kini nyalakanlah lampu, kataku kepadanya.

Isteriku segera pula menyalakan lampu, dan kemudian kuperintahkan kepadanya untuk mengambilkan sebuah gunting. Dia pun datang dengan membawa gunting yang kumaksud, dengan gunting itulah kupotong kumisku. Isteriku lalu berkata kepadaku, Apa yang hendak kamu lakukan? Bukankah teman-temanmu telah mencelamu? Selepas ini, aku tidak akan melayani seorang pun kecuali hanya Tuhanku semata-mata, jawabku. Seterusnya kugunakan seluruh waktuku untuk menghadap kepada Allah SWT. dan tekun beribadat. Al-Qadhi Abu Ali meneruskan ceritanya kembali, bahawa Abu Ali Labib Al Abib adalah seorang yang mustajab doanya.

Kamis, 09 September 2010

Tukang Fitnah dan seorang Gadis

Ada seorang tukang fitnah yang jatuh cinta kepada seorang gadis tetangganya. Suatu hari, keluarga gadis itu mengutusnya ke kampung lain untuk suatu keperluan. Mengetahui hal itu si tukang fitnah pun mengikutinya, lalu melontarkan bujuk rayunya kepada wanita itu.

Gadis itu berkata, "Jangan kau lakukan ini! Sebenarnya cintaku padamu melebihi cintamu kepadaku, akan tetapi aku takut kepada Allah SWT."

Laki-laki itu berkata, "Kau takut pada Allah, sementara aku tidak takut kepada-Nya?" Akhirnya laki-laki itu pulang dengan perasaan penuh tobat kepada Allah SWT. Dalam perjalanannya ia didera rasa haus yg mencekik tenggorokannya. Dalam kondisi kritis itu tiba-tiba dia bertemu dengan utusan dari seorang nabi Bani Israil dan ditanya, "Mengapa kau ini?"

"Haus," jawabnya.
Utusan itu berkata, "Ke sinilah, kita berdoa kepada Allah agar awan menaungi kita hingga sampai tujuan."
Laki-laki tukang fitnah itu berkata, "Aku tidak mempunyai amal kebajikan."
Utusan nabi itu berkata, "Aku yg berdoa dan engkau tinggal mengaminkan."
Berdoalah utusan itu dan si tukang fitnah itu mengaminkannya.
Tidak lama kemudian datang awan menaungi mereka hingga mereka tiba di kampung tujuan. Setelah sampai, si tukang fitnah memasuki rumahnya, sedangkan awan itu mengikutinya. Sebelum utusan itu pulang dia berkata, "Engkau telah mengaku tidak mempunyai amal kebajikan, padahal ketika aku berdoa dan engkau mengaminkannya, serta merta awan itu menaungi kita, kemudian aku mengikutimu agar engkau memberitahuku apa sebenarnya yg telah terjadi denganmu."

Lalu tukang fitnah itu menceritakan kisahnya kepada utusan itu. Maka berkatalah utusan nabi itu, "Orang yg bertobat kepada Allah mendapat kedudukan yg tidak seorangpun menyamai kedudukannya."

PANGLIMA ROMAWI YG BERTOBAT

Dalam kegemparan terjadinya peperangan Yarmuk, salah seorang panglima Romawi yang bermana George memanggil Khalid bin Walid. Kedua orang panglima itu saling mendekat sampai kedua kepala kuda mereka saling bertemu. Kepada Khalid, George bertanya: "Wahai Khalid, aku meminta kamu berbicara dengan jujur dan jangan berdusta sedikitpun, kerana Tuhan Yang Maha Mulia tidak pernah berdusta, dan jangan pula kamu menipuku, karana sesungguhnya orang yang beriman itu tidak akan berdusta di sisi Allah."

"Tanyalah apa yang ingin engkau tanyakan," kata Khalid.
"Apakah Allah menurunkan kepada Nabi-Nya Muhammad SAW sebuah pedang dari langit kemudian diberikannya kepadamu sehingga jika kamu pakai pedang itu untuk berperang, pasti kamu akan menang?"
"Tidak!" Jawab Khalid.
"Apakah sebabnya kamu digelar dengan Saifullah (Pedang Allah)?" Tanya George.
Khalid menjawab: "Ketika Allah SWT mengutus Nabi Muhammad SAW, seluruh kaumnya sangat memusuhinya termasuk juga aku, aku adalah orang yang paling membencinya. Setelah Allah SWT memberikan hidayah-Nya kepadaku, maka aku pun masuk Islam. Ketika aku masuk Islam Rasulullah SAW menerimaku dan memberi gelaran kepadaku "Saifullah" (pedang Allah)."

"Jadi tujuan kamu berperang ini untuk apa?" Tanya George. "Kami ingin mengajak kamu supaya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah dan kami juga ingin mengajak kamu untuk mempercayai bahwa segala apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW itu adalah benar." Jawab Khalid.
George bertanya: "Apakah hukumannya bila orang itu tidak mahu menerimanya?" Jawab Khalid: "Hukumannya adalah harus membayar jizyah, maka kami tidak akan memeranginya."

"Bagaimana kalau mereka tidak mahu membayar?" Tanya George.
"Kami akan mengumumkan perang kepadanya," kata Khalid bin Walid.
George bertanya: "Bagaimanakah kedudukannya jika orang masuk Islam pada hari ini?"
Khalid menjawab: "Di hadapan Allah SWT, kita akan sama semuanya, baik dia orang yang kuat, orang yang lemah, yang dahulu maupun yang kemudian masuk Islam."
"Apakah orang dahulu masuk Islam kedudukannya akan sama dengan orang yang baru masuk?" Tanya George.
Khalid menjawab: "Orang yang datang kemudian akan lebih tinggi kedudukannya dari orang yang terdahulu, sebab kami yang terlebih dahulu masuk Islam, menerima Islam itu ketika Rasulullah SAW masih hidup dan kami dapat menyaksikan turunnya wahyu kepada baginda. Sedangkan orang yang masuk Islam kemudian tidak menyaksikan apa yang telah kami saksikan. Oleh kerana itu siapa saja yang masuk Islam yang datang terakhir maka dia akan lebih mulia kedudukannya, sebab dia masuk Islam tanpa menyaksikan bukti-bukti yang lebih meyakinkannya terlebih dahulu."

George bertanya: "Apakah yang kamu katakan itu benar?" "Demi Allah, sesungguhnya apa yang aku katakan itu adalah benar,"jawab Khalid.
George berkata: "Kalau begitu aku akan percaya kepada apa yang kamu katakan itu, mulai saat ini aku bertaubat untuk tidak lagi memusuhi Islam dan aku menyatakan diri masuk ke dalam agama Islam, wahai Khalid tolonglah ajarkan aku tentang Islam."

Lalu Khalid bin Walid membawa George ke dalam khemahnya, kemudian menuangkan air ke dalam timba untuk menyuruh George bersuci dan mengerjakan solat dua rakaat.

Ketika Khalid bersama dengan George masuk ke dalam khemah, maka tentara Romawi mengadakan serangan besar-besaran terhadap pertahanan umat Islam. Setelah selesai mengerjakan solat, maka Khalid bin Walid bersama dengan George dan kaum Muslimin lainnya meneruskan peperangan sampai matahari terbenam dan di saat itu kaum Muslimin mengerjakan solat Zohor dan Asar dengan isyarat saja.

Dalam pertempuran itu, George yang telah bergabung dengan barisan kaum Muslimin itu terbunuh, dan dia hanya baru mengerjakan solat dua rakaat bersama dengan Khalid bin Walid. Walaupun demikian, ia telah menyatakan keIslamannya dan berjanji untuk tidak akan kembali lagi kepada agama lamanya. Semoga Allah menempatkan George ke dalam golongan orang-orang yang mati syahid. Amin.

TOBATNYA ABU HURAIRAH ra.

Dari Abu Hurairah, ia berkata, "Pada suatu malam setelah salat Isya saya keluar bersama Rasulullah saw. Tiba-tiba di hadapanku ada seorang wanita bercadar yg sedang berdiri di tengah jalan, seraya berkata, "Wahai Abu Hurairah! Sesungguhnya aku telah melakukan perbuatan dosa besar. Apakah masih ada kesempatan bagiku untuk bertobat?"

Lalu saya tanya wanita itu, "Apakah dosamu itu?"
Dia menjawab, "Aku telah berzina dan membunuh anakku dari hasil zina itu." Kukatakan padanya, "Kau telah binasakan dirimu dan telah binasakan orang lain. Demi Allah, tidak ada kesempatan bertobat bagimu."

Mendengar jawabanku, wanitu itu menjerit histeris dan jatuh pingsan. Setelah siuman dia pun lantas pergi. Aku berkata di dalam hati, "Aku berfatwa, padahal Rasulullah saw. ada ditengah-tengah kami?"

Pada pagi harinya aku menemui Rasulullah dan berkata, "Wahai Rasulullah! Tadi malam ada seorang wanita meminta fatwa kepadaku berkenaan dengan ini…. dan ini…." Setelah mendengar penjelasan aku, beliau bersabda, "Innaa lillahi wa inna ilahi raajiun! Demi Allah, celakalah engkau dan telah mencelakakan orang lain. Tidakkah kau ingat ayat ini : "Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya), (yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Furqaan:68-70)

Maka aku keluar dari sisi Rasulullah saw. dan berlari menyusuri gang-gang jalan Madinah, sambil bertanya-tanya, "Siapakah yg bisa menunjukkan aku kepada seorang wanita yang meminta fatwa kepadaku tentang begini dan begini tadi malam?" Sementara anak-anak bersorak, "Abu Hurairah sudah gila!" Hingga menjelang larut malam, baru aku menemukannya di tempat itu.

Maka kuberitahukan segera pada wanita itu seperti apa yang dikatakan Rasulullah saw. bahwa dia boleh bertobat. Wanita itu kembali menjerit kegirangan seraya berkata, "Kebun yg kumiliki akan kusedekahkan kepada orang-orang miskin karena dosaku."

TSA'LABAH BIN ABDURRAHMAN RA

Seorang pemuda dari kaum anshar yang bernama Tsa'labah bin Abdurrahman telah masuk Islam. Dia sangat setia melayani Rasulullah saw. dan cekatan. Suatu ketika Rasulullah saw. mengutusnya untuk suatu keperluan. Dalam perjalanannya dia melewati rumah salah seorang dari Anshar, maka terlihat dirinya seorang wanita Anshar yang sedang mandi. Dia takut akan turun wahyu kepada Rasulullah saw. menyangkut perbuatannya itu. Maka dia pun pergi kabur.

Dia menuju ke sebuah gunung yg berada diantara Mekkah dan Madinah dan terus mendakinya.Selama empat puluh hari Rasulullah saw. kehilangan dia. Lalu Jibril alaihissalam turun kepada Nabi saw. dan berkata, "Wahai Muhammad! Sesungguhnya Tuhanmu menyampaikan salam buatmu dan berfirman kepadamu, `Sesungguhnya seorang laki-laki dari umatmu berada di gunung ini sedang memohon perlindungan kepada-Ku.'"

Maka Nabi saw. berkata, "Wahai Umar dan Salman! Pergilah cari Tsa'laba bin Aburrahman, lalu bawa kemari."

Keduanya pun lalu pergi menyusuri perbukitan Madinah. Dalam pencariannya itu mereka bertemu dengan salah seorang penggembala Madinah yang bernama Dzufafah.

Umar bertanya kepadanya, "Apakah engkau tahu seorang pemuda di antra perbukitan ini?"
Penggembala itu menjawab, "Jangan-jangan yg engkau maksud seorang laki-laki yang lari dari neraka Jahanam?"
"Bagaimana engkau tahu bahwa dia lari dari neraka Jahanam?" tanya Umar.

Dzaufafah menjawab, "Karena, apabila malam telah tiba, dia keluar kepada kami dari perbukitan ini dengan meletakkan tangannya di atas kepalanya sambil berkata, "Mengapa tidak cabut saja nyawaku dan Engkau binasakan tubuhku, dan tidak membiarkan aku menanti keputusan!"
"Ya, dialah yg kami maksud," tegas Umar. Akhirnya mereka bertiga pergi bersama-sama.
Ketika malam menjelang, keluarlah dia dari antara perbukitan itu dengan meletakkan tangannya di atas kepalanya sambil berkata, "Wahai, seandainya saja Engkau cabut nyawaku dan Engkau binasakan tubuhku, dan tidak membiarkan aku menanti-nanti keputusan!"

Lalu Umar menghampirinya dan mendekapnya. Tsa'labah berkata, "Wahai Umar! Apakah Rasulullah telah mengetahui dosaku?"
"Aku tidak tahu, yg jelas kemarin beliau menyebut-nyebut namamu lalu mengutus aku dan Salman untuk mencarimu."
Tsa'labah berkata, "Wahai Umar! Jangan kau bawa aku menghadap beliau kecuali dia dalam keadaan salat"
Ketika mereka menemukan Rasulullah saw. tengah melakukan salat, Umar dan Salman segera mengisi shaf. Tatkala Tsa'laba mendengar bacaan Nabi saw, dia tersungkur pingsan.

Setelah Nabi mengucapkan salam, beliau bersabda, "Wahai Umar! Salman! Apakah yang telah kau lakukan Tsa'labah?"
Keduanya menjawab, "Ini dia, wahai Rasulullah saw!" Maka Rasulullah berdiri dan menggerak-gerakkan Tsa'labah yg membuatnya tersadar.
Rasulullah saw. berkata kepadanya, "Mengapa engkau menghilang dariku?"
Tsa'labah menjawab, "Dosaku, ya Rasulullah!"
Beliau mengatakan, "Bukankah telah kuajarkan kepadamu suatu ayat yg apat menghapus dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan?"

"Benar, wahai Rasulullah."
Rasulullah saw. bersabda, "Katakan… Ya Tuhan kami, berilah kami sebahagiaan di dunia dan di akhirat serta peliharalah kami dari azab neraka." (QS al-Baqarah:201)
Tsa'labah berkata, "Dosaku, wahai Rasulullah, sangat besar."
Beliau bersabda,"Akan tetapi kalamullah lebih besar."
Kemudian Rasulullah menyusul agar pulang kerumahnya. Di rumah dia jatuh sakit selama delapan hari. Mendengar Tsa'labah sakit, Salman pun datang menghadap Rasulullah saw. lalu berkata, "Wahai Rasulullah! Masihkah engkau mengingat Tsa'labah? Deia sekarang sedang sakit keras."

Maka Rasulullah saw. datang menemuinya dan meletakkan kepala Tsa'labah di atas pangkuan beliau. Akan tetapi Tsa'labah menyingkirkan kepalanya dari pangkuan beliau."
Mengapa engkau singkirkan kepalamu dari pangkuanku?" tanya Rasulullah saw.
"Karena penuh dengan dosa." Jawabnya

Beliau bertanya lagi, "Bagaimana yang engkau rasakan?"
"Seperti dikerubuti semut pada tulang, daging, dan kulitku." Jawab Tsa'labah.
Beliau bertanya, "Apa yang kau inginkan?"
"Ampunan Tuhanku." Jawabnya.

Maka turunlah Jibril as. dan berkata, "Wahai Muhammad! Sesungguhnya Tuhanmu mengucapkan salam untukmu dan berfirman kepadamu, `Kalau saja hamba-Ku ini menemui Aku dengan membawa sepenuh bumi kesalahan, niscaya Aku akan temui dia dengan ampunan sepenuh itu pula.'
Maka segera Rasulullah saw. membertahukan hal itu kepadanya. Mendengar berita itu, terpekiklah Tsa'labah dan langsung ia meninggal.Lalu Rasulullah saw. memerintahkan agar Tsa'labah segera dimandikan dan dikafani. Ketika telah selesai menyalatkan, Rasulullah saw. berjalan sambil berjingkat-jingkat. Setelah selesai pemakamannya, para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah! Kami lihat engkau berjalan sambil berjingkat-jingkat." Beliau bersabda, "Demi Zat yang telah mengutus aku sebagai seorang nabi yang sebenarnya! Karena, banyaknya malaikat yang turut melayat Tsa'labah."
Bagi teman yang ingin membaca Al-qur'an sila klik disini! dan jika ingin membaca Al-qur'an dan terjemahanya sila klik disini!

Pasang Iklan Gratiiisss

ads ads ads ads ads ads

Sudah siap Memulai Bisnis Internet ?

Bagi anda yang pengen dapat uang saku tambahan silakan coba yang satu ini, anda hanya di minta untuk mengklik iklan lalu anda dibayar.buruan daftar di donkeymails bawah ini DonkeyMails.com: No Minimum Payout

PUISI KU

Untaian Rindu Kurindu padaMu ... Kerinduanku ingin bisa lebih dekat denganMu Kuingin lebih merasakan kebersamaan denganMu Kuingin dihatiku Kau bersemayam Diatas segala-galanya Kapan aku bisa mencintaiMu Lebih dalam ... Dan jauh lebih tulus Aku benar-benar merindukanMu Rinduku yang tak berujung padaMu Rasa rindu yang mendalam Didalam hati Berilah percikan cintaMu didalam hati Hatiku haus akan cintaMu Dan begitu rindu akan diriMu

Ilmu Islam

  1. Ya ALLAH
  2. Pikirkan dan Syukurilah!
  3. Yang Lalu Biar Berlalu
  4. Hari Ini Milik Anda
  5. Biarkan Masa Depan Datang Sendiri
  6. Cara Mudah Menghadapi Kritikan Pedas
  7. Jangan Mengharap "Terima Kasih" dari Seseorang
  8. Berbuat Baik Terhadap Orang Lain, Melapangkan Dada...
  9. Isi Waktu Luang Dengan Berbuat!
  10. Jangan Latah!
  11. Qadha' dan Qadar
  12. Bersama Kesulitan Ada Kemudahan
  13. Jadikan Buah Lemon Itu Minuman yang Manis!
  14. Siapakah yang Memperkenankan Doa Orang yang Kesuli...
  15. Semoga Rumahmu Membuat Bahagia
  16. Ganti Itu dari Allah
  17. Iman Adalah Kehidupan
  18. Ambil Madunya, Tapi Jangan Hancurkan Sarangnya!
  19. "Dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang."
  20. "Ataukah mereka dengki pada manusia atas apa yang ...
  21. Hadapi Hidup Ini Apa Adanya!
  22. Yakinilah Bahwa Anda Tetap Mulia Bersama Para Pene...
  23. Shalat.... Shalat....
  24. "Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah ad...
  25. "Katakanlah: 'Berjalanlah di muka bumi!'"
  26. Sabar Itu Indah ...
  27. Jangan Meletakkan Bola Dunia di Atas Kepala!
  28. Jangan Sampai Hal-hal yang Sepele Membinasakan And...
  29. Terimalah Setiap Pemberian Allah dengan Rela Hati,...
  30. Selalu Ingatlah Pada Surga yang Seluas Langit dan ...
  31. "Demikianlah, Telah Kami Jadikan Kamu Umat Yang Ad...
  32. 32. Bersedih: Tak Diajarkan Syariat dan Tak Bermanfaat...
  33. Rehat
  34. Tersenyumlah!
  35. Rehat 2
  36. Nikmatnya Rasa Sakit
  37. Nikmatnya Rasa Sakit
  38. Seni Bergembira
  39. Rehat 3
  40. Mengendalikan Emosi
  41. Kebahagiaan Para Sahabat Bersama Rasulullah s.a.w....
  42. Enyahkan Kejenuhan dari Hidupmu!
  43. Buanglah Rasa Cemas!
  44. Rehat 4
  45. Jangan Bersedih, Karena Rabb Maha Pengampun Dosa d...
  46. Jangan Bersedih, Semua Hal Akan Terjadi Sesuai Qad...
  47. Jangan Bersedih, Tunggulah Jalan Keluar!
  48. Rehat 5
  49. Jangan Bersedih, Perbanyaklah Istighfar Karena All...
  50. Jangan Bersedih, Ingatlah Allah Selalu!
  51. Jangan Bersedih dan Putus Asa dari Rahmat Allah!
  52. Jangan Bersedih Atas Kegagalan, Karena Anda Masih ...
  53. Jangan Bersedih Atas Sesuatu yang Tak Pantas Anda ...
  54. Jangan Bersedih, Usirlah Setiap Kegalauan!
  55. Jangan Bersedih Bila Kebaikan Anda Tak Dihargai Or...
  56. Jangan Bersedih Atas Cercaan dan Hinaan Orang!
  57. Jangan Bersedih Atas Sesuatu yang Sedikit, Sebab P...
  58. Jangan Bersedih Atas Apa yang Masih Mungkin Akan T...
  59. Jangan Bersedih Menghadapi Kritikan dan Hinaan! Se...
  60. Rehat 6
  61. Jangan Bersedih! Pilihlah Apa yang Telah Dipilih A...
  62. Jangan Bersedih dan Mempedulikan Perilaku Orang
  63. Jangan Bersedih dan Pahamilah Harga yang Anda Sedi...
  64. Jangan Bersedih Selama Anda Masih Dapat Berbuat Ba...
  65. Jangan Bersedih Jika Mendengar Kata-kata Kasar, Ka...
  66. Rehat 7
  67. Jangan Bersedih! Sebab Bersabar Atas Sesuatu yang ...
  68. Jangan Bersedih Karena Perlakuan Orang Lain, Tapi ...
  69. Jangan Bersedih Karena Rezeki yang Sulit
  70. Jangan Bersedih, Karena Masih Ada Sebab-sebab yang...
  71. Jangan Memakai Baju Kepribadian Orang Lain
  72. 'Uzlah dan Dampak Positifnya
  73. Jangan Bersedih Karena Tertimpa Kesulitan!
  74. Rehat 8
  75. Jangan Bersedih, Inilah Kiat-Kiat untuk Bahagia
  76. Ulasan AL QURAN 1
  77. Ulasan AL QURAN 2
  78. Ulasan Mengenai TUHAN 1
  79. Ulasan Mengenai TUHAN 2
  80. Ulasan Mengenai TUHAN 3
  81. Ulasan Mengenai TUHAN 4
  82. Tentang Nabi MUHAMMAD S.A.W
  83. Tentang Nabi MUHAMMAD S.A.W - bagian 2
  84. Tentang Nabi MUHAMMAD S.A.W - bagian 3
  85. TAKDIR
  86. TAKDIR - bagian 2
  87. 87. TAKDIR - bagian 3
  88. KEMATIAN
  89. KEMATIAN - bagian 2
  90. Hari AKHIRAT
  91. Hari AKHIRAT - bagian 2
  92. Hari AKHIRAT - bagian 3
  93. Hari AKHIRAT - bagian 4
  94. Keadilan dan Kesejahteraan
  95. Keadilan dan Kesejahteraan - bagian 2
  96. Keadilan dan Kesejahteraan - bagian 3
  97. Makanan
  98. Ahklak bagian 2
  99. Ahklak bagian 3
  100. PAKAIAN
  101. PAKAIAN bagian 2
  102. PAKAIAN bagian 3
  103. PAKAIAN bagian 4
  104. Akhlak
  105. KESEHATAN
  106. KESEHATAN bagian 2
  107. PERNIKAHAN
  108. PERNIKAHAN bagian 2
  109. PERNIKAHAN bagian 3
  110. SYUKUR
  111. SYUKUR bagian 2
  112. SYUKUR bagian 3
  113. HALAL BIHALAL
  114. HALAL BIHALAL bagian 2
  115. MANUSIA
  116. MANUSIA bagian 2
  117. MANUSIA bagian 3
  118. PEREMPUAN
  119. PEREMPUAN bagian 2
  120. PEREMPUAN bagian 3
  121. PEREMPUAN bagian 4
  122. Masyarakat
  123. UMMAT
  124. KEBANGSAAN
  125. KEBANGSAAN bagian 2
  126. KEBANGSAAN bagian 3
  127. AHL AL KITAB
  128. AHL AL KITAB bagian 2
  129. AHL AL KITAB bagian 3
  130. AHL AL KITAB bagian 4
  131. AGAMA
  132. SENI
  133. SENI bagian 2
  134. EKONOMI
  135. EKONOMI bagian 2
  136. POLITIK
  137. POLITIK
  138. POLITIK bagian 2
  139. ILMU dan TEKNOLOGI
  140. ILMU dan TEKNOLOGI bagian 2
  141. KEMISKINAN
  142. MASJID
  143. MUSYAWARAH
  144. MUSYAWARAH bagian 2
  145. Ukhuwah
  146. Ukhuwah bagian 2
  147. JIHAD
  148. JIHAD bagian 2
  149. P U A S A
  150. P U A S A bagian 2
  151. LAILATUL QADAR
  152. W A K T U
  153. W A K T U bagian 2
  154. Nasihat untuk Menikah Menurut Islam
  155. Di Jalan Dakwah Aku Menikah
  156. Ringkasan buku : Aku Ingin Menikah, Tapi ... ::..
  157. ALASAN TEPAT UNTUK MENIKAH
  158. Keotentikan Al-Quran
  159. Bukti-bukti Kesejarahan Al - qur'an
  160. Penulisan Mushhaf Al-Qur'an
  161. Bukti Kebenaran Al-Quran bagian 1
  162. Bukti Kebenaran Al-Quran bagian 2
  163. Sejarah Turunnya dan Tujuan Pokok Al-Quran
  164. Periode Turunnya Al-Quran bagian 1
  165. Periode Turunnya Al-Quran bagian 2
  166. Periode Turunnya Al-Quran bagian 3
  167. Dakwah menurut Al-Quran
  168. Tujuan Pokok Al-Quran
  169. Kebenaran Ilmiah Al-Quran
  170. Sistem Penalaran menurut Al-Quran
  171. Ciri Khas Ilmu Pengetahuan
  172. Perkembangan Tafsir
  173. Hikmah Ayat Ilmiah Al-Quran
  174. Mengapa Tafsir Ilmiah Meluas? bagian 1
  175. Mengapa Tafsir Ilmiah Meluas? bagian 2
  176. Bagaimana Memahami Al-Quran di Masa Kini? bagian 1...
  177. Bagaimana Memahami Al-Quran di Masa Kini? bagian 2...
  178. Al-Quran, Ilmu, dan Filsafat Manusia
  179. Al-Quran di Tengah Perkembangan Ilmu
  180. Al-Quran di Tengah Perkembangan Ilmu bagian 2
  181. Al-Quran di Tengah Perkembangan Filsafat
  182. Al-Quran di Tengah Perkembangan Filsafat bagian 2
  183. Sejarah Perkembangan Tafsir
  184. Kodifikasi Tafsir
  185. Metode Tafsir
  186. Kebebasan dan Pembatasan dalam Tafsir
  187. Kebebasan dalam Menafsirkan Al-Quran
  188. Pembatasan dalam Menafsirkan Al-Quran bagian 1
  189. Pembatasan dalam Menafsirkan Al-Quran bagian 2
  190. Perubahan Sosial
  191. Perkembangan Ilmu Pengetahuan
  192. Bidang Bahasa
  193. Haramnya durhaka kepada kedua orang tua
  194. Syirik Kecil bagian 1
  195. Syirik Kecil bagian 2
  196. HUKUM MERAYAKAN HARI VALENTINE bagia 1
  197. HUKUM MERAYAKAN HARI VALENTINE bagia 2
  198. Hukum Mengenakan Pakaian Yang Bergambar Dan Menyim...
  199. Perkembangan Metodologi Tafsir
  200. Perkembangan Metodologi Tafsir 2
  201. Perkembangan Metodologi Tafsir 3
  202. Tafsir dan Modernisasi
  203. Tafsir dan Modernisasi 2
  204. Penafsiran Ilmiah Al-Quran
  205. Penafsiran Ilmiah Al-Quran 2
  206. Penafsiran Ilmiah Al-Quran 3
  207. Penafsiran Ilmiah Al-Quran 4
  208. Metode Tafsir Tematik
  209. Beberapa Problem Tafsir
  210. Metode Mawdhu'iy
  211. Keistimewaan Metode Mawdhu'iy
  212. Perbedaan Metode Mawdhu'iy dengan Metode Analisis
  213. Perbedaan Metode Mawdhu'iy dengan Metode Komparasi...
  214. Hubungan Hadis dan Al-Quran
  215. Fungsi Hadis terhadap Al-Quran
  216. Pemahaman atas Makna Hadis
  217. Fungsi dan Posisi Sunah Dalam Tafsir bgn 1
  218. Fungsi dan Posisi Sunah Dalam Tafsir bgn 2
  219. Ayat-ayat Kawniyyah dalam Al-Quran
  220. Al-Qur'an dan Alam Raya
  221. Pendapat Para Ulama tentang Penafsiran Ilmiah
  222. Segi Bahasa Al-Quran dan Korelasi Antar Ayatnya
Diberdayakan oleh Blogger.

Followers

By Support